Langsung ke konten utama

Journal To Heal

 Kemarin akhirnya aku konseling dengan psikolog. Sebenarnya aku ingin ke psikolog sejak tahun 2019 akhir. Namun 2 tahun yang lalu aku masih young and broke HAHAHAHAHA *bismillah jadi ahli waris Jeff Bezos* Alasan lain yang membuatku dulu masih maju mundur untuk ke psikolog adalah aku merasa masih mampu mengatasi isu ku. Tetapi ada suatu hari ketika mood, mental dan emosi lagi jelek, aku kesulitan untuk mengatasi hal tersebut. Beberapa hari yang lalu, ada momen yang membuatku sangat gerah dan akhirnya aku berpikir wah gak bisa nih kayak gini terus. Memang harus benar-benar segera dituntaskan. 

    Aku memilih layanan psikolog online. Alasannya adalah karena pandemi (apalagi ya kan?). Aplikasi yang aku gunakan adalah Riliv. Bisa dicari aplikasinya di Play Store. Sebelumnya aku sudah membuat list dan membaca review beberapa aplikasi layanan konseling online. Aku akhirnya memutuskan untuk menggunakan Riliv karena harganya affordable untukku dan terdapat beberapa pilihan topik konseling yang cukup membantu. 
Aplikasi Riliv di Play Store

    
    1. Aplikasi Riliv

    Selain layanan konseling, di aplikasi Riliv juga terdapat layanan lain seperti mindfulness (meditasi) dan journal. 
Layanan di aplikasi Riliv

    Di fitur Konseling, Riliv menyediakan beberapa topik konseling seperti Pekerjaan, Kendali Emosi, Percintaan, Pendidikan, Keluarga, Kecanduan, Kesepian, Kecemasan, Sosial dan Lainnya. Di setiap topik dituliskan penjelasan dan beberapa turunannya. Contoh: Topik Percintaan. 
Konseling percintaan dikhususkan untuk kamu yang sedang mengalami permasalahan percintaan seperti: terjebak dalam hubungan yang rumit, merasa bosan dengan pasangan, selalu merasa curiga, diselingkuhi dan putus cinta, dan lainnya.  

Topik Konseling di Riliv

     Di fitur Konseling ini juga dijelaskan tentang Alur Konselingnya. Alur konseling di Riliv adalah:
  1. Tentukan dengan siapa kamu ingin konseling (Psikolog atau Konselor)
  2. Pilih topik permasalahan yang ingin didiskusikan
  3. Pilih paket dan selesaikan pembayaran
  4. Tunggu Psikolog atau Konselor Riliv menyapa di chat room aplikasi Riliv (maks. 1x12 jam)
  5. Diskusikan jadwal sesi bersama Psikolog atau Konselor yang dipilih
  6. Nikmati sesi konselingnya
    Aku kemarin memilih layanan untuk konseling dengan Psikolog (Lulusan S2 Psikologi). Kalau ke lulusan S1 Psikologi mah aku ga perlu bayar karena temen-temen ogut kan pada lulusan S1 Psikologi hakhakahak weird flex *emot senyum 3* Topik yang aku pilih adalah Topik Lainnya karena aku bingung masalah aku ini masuk ke kategori apa. Ke kategori emosi masuk, kategori pendidikan masuk, kategori percintaan pun masuk. Pusing. 
Alur pendaftaran konseling

    Setelah memilih jenis layanan dan topik yang ingin didiskusikan, langkah selanjutnya adalah memilih paket konseling. Kemarin aku memilih paket konseling via call. Ada 2 jenis paket yaitu Paket Perkenalan dengan harga Rp. 149.000/1x Sesi dan Paket Lega dengan harga Rp. 550.000/4x Sesi. Durasi konseling call per sesi adalah 60 menit. Konseling call nanti akan dilakukan lewat platform Whatsapp atau Line bersama Psikolog atau Konselor Riliv. 
Paket Konseling Psikolog via call

    Setelah memilih paket, kita tinggal melakukan pembayaran deh. Setelah pembayaran berhasil, Psikolog atau Konselor akan menyapa kita di chat room aplikasi Riliv. Psikolog akan memperkenalkan diri mereka seperti nama dan fokus permasalahan yang ia tangani. Selain itu, Psikolog juga akan memberikan opsi jadwal konseling. Nah untuk jadwal konseling ini bisa saling mencocokkan satu sama lain kok. Aku beberapa kali ganti jadwal. Awalnya konseling aku rencananya akan diadakan hari Sabtu pukul 11.00. Namun kemarin akhirnya diganti menjadi hari Sabtu pukul 19.00. 

    Setelah itu terdapat beberapa pertanyaan yang perlu kita jawab. Ada 6 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang aku ingat adalah:
  1. Identitas (nama, jenis kelamin, umur, domisili)
  2. Apakah pernah menggunakan aplikasi Riliv sebelumnya (kalo ga salah ya)
  3. Ceritakan permasalahan yang ingin didiskusikan
  4. Menurut kamu dari skala 1 hingga 10, ada di skala berapa stressmu
  5. Apa tujuan atau hasil yang ingin kamu peroleh (1 pertanyaan lagi aku lupa gaes)
    Setelah selesai menjawab pertanyaan dan sudah ketemu jadwal yang cocok, Psikolog akan memberikan nomor whatsappnya. Lalu kita tinggal menghubungi nomor tersebut deh. Mudah bukan? *pake celemek Bu Siska* 

    2. Dinamika Konseling
    
    Kalo aku pribadi, sebelum memulai konseling, aku membuat list hal-hal atau emosi yang membuatku terganggu. Hal itu aku lakukan karena aku bingung sebenarnya masalah aku ini root atau akarnya tuh apasih. Selain itu, aku juga membuat list kecenderungan-kecenderungan perilaku ku yang ingin ku ubah ke arah positif dan sehat. 

    Sebelum memulai sesi konseling kemarin malam, aku sempat mengobrol dengan teman baikku Yulyah. Yulyah pernah menjalankan sesi konseling dengan psikolog beberapa kali. Aku jadi merasa terbantu dengan cerita pengalamannya. Aku sempat berkata dengan sesumbar ke Yulyah, "Yul, kayaknya di sesi konseling nanti aku bakal skip ranah emosi deh. Kejadiannya udah lama banget. Bisa langsung skip ke rasionalisasi." 

    Tapi ternyata, ketika konseling berlangsung, aku menangis. Demi tupai dugem, menangis di sesi konseling kemarin tuh merupakan sesuatu di luar dugaanku. Aku tiba-tiba merasa vulnerable dan untuk pertama kalinya aku menyadari bahwa aku masih terluka. 

    I said to my psychologist, "Bu, it doesn't hurt me anymore but I can still feel the pain."

    Aku tidak merasa kesulitan untuk cerita ke psikolognya. Mungkin karena aku merasa butuh jadi aku menceritakan apapun yang ku rasa mengganggu. Oh ya! Aku juga sempat chat temanku yang sedang menempuh pendidikan Mapro Psikologi yaitu Nadhira. Nadhira bilang, "persiapkan diri kalau kamu mungkin harus mengubah kebiasaan atau melakukan sesuatu yang baru." 

    Di sesi konselingku kemarin, psikolognya sempat membahas perihal memaafkan. Aku berkata,
Bu, memangnya saya harus memaafkan ya? Kenapa saya harus memaafkan? Saya masih ngerasa lukanya, terus kenapa harus memaafkan? 

    Dan itu adalah momen di mana aku sadar dan (akhirnya) bisa menamai emosi yang menggangguku selama ini: marah. Ternyata selama ini aku marah. 

   Psikolog : kamu pernah mengekspresikan marahmu langsung kepada dia?

   Aku         : tidak bu. Selama ini saya tidak pernah menujukkan marah saya ke dia langsung. Ketika saya marah, saya mengalirkan emosi itu ke olahraga. Saya lari, saya muaythai. Dan saya kira, itu cukup.

    Psikologku kemarin menyarankan untuk menuliskan hal-hal yang perlu aku maafkan. Belum aku coba. Sampai sekarang. Aku masih belum paham dengan konsep memaafkan.

 
    Disuruh memaafkan ketika aku masih terluka tuh rasanya seperti disuruh sabar ketika terkena bencana. Annoying. Aku tau, at the end of the day, mungkin hal yang perlu aku lakukan adalah memang memaafkan. Ketika aku bisa memaafkan itu artinya aku sudah bisa menerima. Tapi untuk mencapai proses itu, ada suatu proses yang aku rasa aku masih missing. Aku rasa, untuk memaafkan aku perlu membenahi cara aku melihat diriku sendiri, caraku melihat masa laluku, caraku melihat orang lain, caraku melihat lingkungan sekitar. Ada sesuatu di persepsiku yang perlu dibenahi. Aku gak bisa disuruh langsung jump in ke gagasan memaafkan. Terlalu abstrak buatku. 

    Salah satu hal yang 'menyenangkan' dari konseling kemarin adalah ketika pemikiranku di-counter. 
Psikolog : di, kamu mau fokus menerima diri kamu atau menerima dia?
Aku        : diri saya bu
Psikolog : tapi tujuan kamu tuh dia. Kamu kepengen dia melakukan sesuatu. Itu gak nyambung. Jadi harus jelas dulu tujuannya.

HAHAHAHAHA KRAYYYYYY😭😭😭 *nangis sekebon*

    Mungkin layanan konseling dengan psikolog secara online via telpon tidak bisa semaksimal ketika konseling tatap muka. Hal paling jelas yang membedakan adalah psikolog online tidak bisa melihat gestures kita, ekspresi kita ketika bercerita. Tapi buatku pribadi, konseling online cukup membantuku dalam mengurai benang yang kusut. 

    Hal yang mau aku sampaikan kepada seseorang yang ingin melakukan konseling dengan psikolog baik secara online ataupun tatap muka adalah, proses healing tuh terkadang tidak mudah. Apalagi jika lukanya sudah lama. Kita tidak bisa berekspektasi bahwa dengan sekali konseling, segala luka dan masalah akan hilang atau selesai. Kita tidak serta-merta menjadi the happiest person alive ketika selesai konseling. Semuanya perlu proses, perlu sabar, satu satu. 

    Dan kita ke psikolog tuh kadang mirip seperti dengan minum obat. Cocok-cocokkan. Kita bisa jadi tidak merasa cocok dengan psikolog A, tapi bisa merasa cocok dengan psikolog B. Setiap psikolog mempunyai 'gaya' dan pendekatannya masing-masing. Jika kalian merasa tidak cocok dengan seorang psikolog, just keep trying. Cari psikolog lain yang pendekatannya dirasa cocok dengan kalian. Healing is tiring. But it always worth to try. 



       🍉 :5 tahun bu, saya jungkir balik buat sembuh. Tapi kenapa rasanya ga pernah sembuh sepenuhnya.
      🍈   : 5 tahun itu bukan berarti ke depannya kamu ga ada harapan untuk sembuh. Selama  5 tahun itu kamu terus berusaha. Tidak semua orang bisa seperti itu.



Selamat menemukan cahaya dan bersinar kembali!     

  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta dan Luka dalam Rumah Tangga

Topik materi malam ini menarik sekali bagiku yaitu "Cinta dan Luka dalam Rumah Tangga." Disampaikan oleh Olphi Disya Arinda, M.Psi., Psikolog. Ketika remaja, konsep pernikahan di kepalaku adalah mencari seseorang yang bisa diajak hidup bahagia bersama.  Namun seiringnya berjalannya waktu (tua maksudnya), konsep tersebut menjadi bergeser. Di kepalaku sekarang ketika mencari pasangan hidup bukan lagi soal orang yang bisa diajak hidup bahagia. Tetapi seseorang yang bisa diajak berkonflik bersama. Maksudnya bukan berarti tidak mau bahagia ya. I mean, it's an automatic lah. Siapasih yang tidak mau menikah sama orang yang kita bahagia ketika bersamanya? Tapi tidak semua orang bisa diajak berkonflik bersama secara sehat. Materi malam ini sebagian besar membahas hal tersebut; konflik peran sebagai istri, konflik dalam rumah tangga, kunci dalam konflik, 4 horsemen of apocalypse, dan  fair fight guideline.    PERAN ISTRI Sesi kelas dibuka dengan pertanyaan, bagaimana gambar...

Lapis Legit: Kue Manis, Tak Seperti Janjimu

Sebentar lagi lebaran. Para keluarga pun sibuk mempersiapkan berbagai hal demi menyambut hari kemenangan. Dari yang mulai beli baju lebaran, ngecat pager, renovasi rumah, memberantas kejahatan, sampai nyiapin template buat minta maaf ke mantan. Hmmm. Salah satu tradisi yang gak afdol rasanya kalau gak dilakuin menjelang lebaran adalah, membuat kue lebaran. Keluarga gue salah satu dari sekian milyar keluarga yang melakukan tradisi itu. Keluarga dari nyokap gue merupakan suku asli Lampung. Jadi mereka hari ini membuat salah satu kue khas Lampung yaitu lapis legit. Gue yang belum pernah ikutan buat kue ini jadi penasaran buat ikutan. Yah lumayan kan ya buat jadi bahan ngeblog. Biar tulisan gue di blog ada manfaatnya di mata masyarakat *berdiri di pinggir jurang* *rambut berkibar-kibar* Lapis legit merupakan salah satu kue khas Lampung. Kenapa namanya lapis legit? Itu karena bentuk kuenya yang berlapis-lapis dan rasanya yang legit #InfoKue #SayaBertanya #SayaMenjawab. K...

Review: Puberty Doesn't Hit Me Hard, Skincare Does

Ciao! Come stai? Sto molto bene . Aweu gaya banget kan pembukaan gue pake Bahasa Itali? Maklum, akhir-akhir ini gue lagi belajar Bahasa Italia biar kalo ketemu Rossi gak uu aa uu aa. Btw, quick fun fact: gue baru tau arti zupa (Bahasa Italia) adalah sup. Jadi zupa soup artinya sup sup. Sungguh pengulangan yang sangat mengulang. OKAY ENOUGH FOR THE INTRO! Kali ini gue mau membahas tentang skincare routine gue (cailaaaahh skinker rutin) dan sederet pengalaman gue saat muka sedang jerawatan. Hiks masa-masa kelam itu *nangis di pundak kokoh Ronaldo*   Jadi, gue baru mengenal skinker itu saat usia gue menginjak 22 tahun. Sejak gue puber jaman-jaman SMP itu gue gak ngerti skinker. Gue cuma make facial wash doang. APA ITU TONER APA ITU SERUM APA ITU MOISTURIZER?! Bodoh banget gue dulu tuh soal perawatan kulit. Pas SMP gue nyobain sih make Viva. Tapi pas gue pake milk cleanser dari Viva kulit muka gue terasa panas terbakar gitu. Apaqa kulit qu saat itu menginjak teras nerak...