Langsung ke konten utama

Menembus Batas: Seni Patah Hati

Someone I loved once gave me a box full of darkness. It took me years understand that this too, was a gift. –Marry Oliver



Kemarin gue membaca berita tentang pemuda yang bunuh diri dengan cara melompat dari rooftop salah satu mall di Lampung (semoga beliau ditempatkan di sebaik-baiknya tempat di sisi-Nya dan keluarga yang ditinggalkan senantiasa diberikan ketabahan dan kekuatan.) Dari artikel yang gue baca, motif pemuda tersebut melakukan bunuh diri masih belum dapat dipastikan. Diduga motifnya adalah karena putus cinta. Meskipun motif bunuh diri pemuda tersebut belum dapat dipastikan, gue menemukan beberapa komentar netizen yang sangat tidak pantas, baik di media sosial maupun bahkan pada saat kejadian. Gue sampai harus menghirup dan menghela nafas yang sangat panjang dan dalam agar tidak tersulut emosi dan tidak menanggapi komentar-komentar tersebut secara reaktif. Gue tidak ingin menulis ulang komentar-komentar negatif tersebut di sini. Secara garis besar komentar negatif tersebut berisi tentang beberapa netizen yang menyayangkan dan menyalahkan pemuda tersebut melakukan bunuh diri HANYA karena putus cinta. Kita tidak pernah benar-benar tahu bagiamana suatu masalah bisa begitu mempengaruhi aspek psikologis dan emosi seseorang. Mungkin, bagi beberapa netizen tersebut putus cinta merupakan hal yang bisa. Tapi belum tentu merupakan hal yang biasa bagi orang lain.

Bagi gue, putus cinta atau patah hati tidak sekadar halah dan tidak sekadar hanya. Patah hati dapat menjadi “akhir hidup” seseorang atau menjadi sebuah turning point. Gue pernah patah hati. Mungkin lo yang sedang membaca tulisan ini juga pernah patah hati atau sedang patah hati. Kita sama-sama tahu bagaimana susahnya atau sulitnya melalui masa-masa patah hati tersebut.

Ketika kuliah, gue melalui masa-masa sulit karena patah hati. Bisa dibilang itu adalah patah hati terhebat gue. Bagaimana bertahun-tahun gue mencintai seseorang yang gue sendiri tidak tahu hatinya untuk siapa. Bagaimana bertahun-tahun gue bertanya-tanya tentang perasaan orang yang gue cinta. Patah hati itu mempengaruhi aspek psikologis gue. Gue menjadi rendah diri, self unworthy, memiliki perasaan bahwa I never be good enough, blaming. Gue menyalahkan diri gue sendiri, gue menyalahkan keadaan, gue menyalahkan waktu dan gue juga sempat menyalahkan dia. Pada saat itu gue tau, ada sesuatu yang salah dan hilang pada diri gue. Bertahun-tahun gue mencari jawaban. Apa yang salah? Sungguh sebuah proses yang sangat tidak mudah untuk akhirnya menemukan apa yang sebenarnya gue cari selama ini.

Butuh bertahun-tahun lamanya untuk gue bisa menyadari bahwa dari patah hati ini, gue tidak kehilangan apa-apa. Gue malah menemukan sesuatu. Gue menemukan diri gue sendiri. Sesuatu yang gue cari-cari selama bertahun-tahun. Gue rasa, melaui patah hati ini, God was going introduce me to myself. Gue belajar banyak hal tentang diri gue. Gue belajar tentang mencintai diri sendiri. Self love. Dulu, konsep self love itu terlalu abstrak bagi gue. Apa itu self love, bagaimana self love itu bekerja. Gue yang dulu belum bisa mengerti.

Self love bukan hanya sekadar berdiri di depan cermin lalu berucap I love myself. Lebih dari itu. Sebuah proses pembelajaran yang kontinyu. Proses gue untuk bisa bangkit menjadi sekarang yang membuat gue mengenal self love. Self love tidak lagi abstrak buat gue. Meski proses tersebut benar-benar tidak mudah. Ada masa up and down. But in the end, it’s worthy to try. Pembelajaran-pembelajaran selama proses tersebut yang membuat gue mengerti bahwa oh self love itu yang seperti ini ya.

Pertama, gue mengenal self love melalui pembelajaran tentang self acceptance. Menerima. Menurut gue, penerimaan yang paling sulit dilakukan adalah menerima diri sendiri. Menerima bahwa kita melakukan kesalahan. Menerima bahwa kita merasakan rasa sakit. Dan menerima bahwa rasa sakit itu bagian dari hidup kita. Tentu saja bisa sampai di titik menerima diri sendiri, gue melalui proses yang tidak mudah. Sebelum mencapai titik ini gue menyalahkan keadaan, waktu, orang lain, diri sendiri. Gue juga sempat hidup di belenggu “penyesalan. Coba aja gue gak kuliah di kota ini, coba aja gue gak kuliah di jurusan ini, coba aja kalo dulu gue ngambil kesempatan gue untuk kuliah di Jogja. Gue pasti gak akan ketemu dia. Gue pasti gak akan jatuh cinta sama dia. Dan sederet penyesalan-penyesalan yang sebenarnya gak membawa gue kemana-mana. Pada akhirnya gue muak sama pola pikir gue sendiri. Bener-bener kek ada pergolakan batin di diri gue. Terus kalo lo nyesel lo mau apa? Sekarang lo nyesel, terus gimana? Output dari penyesalan-penyesalan itu apa? Gak ada. Cuma nambah-nambahin rasa sakit aja. Semenjak itu gue berusaha untuk tidak menyalahkan siapapun dan apapun. Gue menerima bahwa gue sakit hati. Bukan karena dia, bukan karena gue tinggal di kota ini. Tapi karena ketidakmampuan gue belum bisa mengelola emosi gue sendiri dengan baik. Gue menerima bahwa patah hati ini bagian dari hidup gue. Ketika gue sudah bisa menerima patah hati ini, gue jadi bisa memandang jernih jalan ke depan yang akan gue tempuh.

Gue bukan hanya belajar bahwa patah hati ini bagian dari diri gue. Tapi gue juga belajar mengenai diri gue seutuhnya. Gue belajar merasa cukup dengan diri gue sendiri. Dulu gue sempat punya body image yang kurang baik. Gue diet gak makan nasi, gue diet pisang. Padahal berat badan gue 47 kg. Gue juga dulu benci sama warna kulit gue yang sawo matang. Dari kecil ada beberapa temen yang bilang bahwa gue item. Tapi gue gak pernah ambil hati. I know they were joking. Tapi suatu ketika, orang yang gue suka. Orang yang bertahun-tahun gue suka, mocks me about my skin color. It hurts me. Deeply. Gue jadi gak pede. Gue benci selfie. Gue merasa gue tidak cantik.

Sampai akhirnya gue capek sendiri. Gue diet nyampe kelaperan, selalu sembunyi kalo ada foto bersama. Gue berpikir, gue melakukan ini untuk si(apa)? Gue berpikir, cantik itu bukan tentang badan yang kurus. Cantik itu bukan tentang kulit putih. Cantik itu selera. Tidak ada indikator tetap mengenai kecantikan. Jika ada indikator tetap mengenai kecantikan, list 100 the most beautiful women in the world versi majalah ini majalah anu tidak akan berubah-ubah. Gue akhirnya menerima bahwa gue tidak harus kurus, tetapi sehat. Menjaga berat badan agar tetap di range BMI normal dengan olahrga dan menjaga pola makan. Gue juga menerima bahwa gak ada salahnya kok menjadi perempuan berkulit sawo matang. Kalo kulit gue item terus kenapa? Lo gak suka? Yaudah itu urusan elo. Dan sampai pada akhirnya gue bisa merasakan bahwa I’m good. I’m beautiful. Cantik untuk diri gue sendiri. Bukan untuk orang lain.

Gue juga belajar untuk bersikap baik ke diri gue sendiri. Selama masa-masa sulit karena patah hati, gue punya cara pandang yang buruk terhadap diri gue sendiri. Di mana cara pandang gue terhadap diri sendiri itu mempengaruhi bagaimana cara pandang gue ke orang lain dan alam semesta. Setiap kali gue self talk pada masa-masa sulit tersebut, gue selalu melontarkan pandangan dan berbicara yang negatif ke diri gue sendiri. Gue jahat banget sama diri gue sendiri. Lo mau tau salah contoh betapa jahatnya gue sama diri gue sendiri? Gue gak merasakan euforia kesenangan ketika gue lulus sidang skripsi. Gue tau gue berjuang sampai berderai air mata agar bisa lulus skripsi. Tapi pas ketika gue berhasil lulus, gue memandang bahwa ah sidang skripsi doang. Semua orang bisa kali. Gak ada yang spesial. Gue gak pernah mengapresiasi diri gue sendiri. Gue gak pernah bangga sama diri gue sendiri.

Sampai suatu ketika gue tersadar. Selama ini temen-temen gue, keluarga gue, gak pernah menuntut apapun ke diri gue. Mereka cenderung memberi cap positif ke diri gue. Lalu gue berpikir, mereka aja bisa berpikiran positif ke gue tapi kenapa gue jahat banget ya ke diri sendiri? Kemudian gue mencoba mengubah self talk gue menjadi ke arah yang positif. Berusaha mengapresiasi pencapaian gue sekecil apapun itu. Gue mencoba untuk tidak lagi taken for granted diri gue sendiri. Gue memandang diri gue dengan cara yang baik sehingga gue bisa memandang orang lain dan semesta dengan cara yang baik pula. Dan akhirnya gue bisa bilang, I’m so proud of myself.

Kemudian gue mengenal self love melalui cara melihat sesuatu dari berbagai perspektif. Gue dulu selalu bertanya-tanya kenapa gue diberikan patah hati sebegitu menyakitkannya? Gue orang yang sangat percaya bahwa there’s always something. Tuhan tidak pernah melempar dadu. Maka dari itu gue terus bertanya-tanya, Tuhan itu mau ngasih apa ke gue dari rasa sakit ini? Saat dalam masa-masa sulit, rasanya gue hanya bisa melihat perasaan sakit, ketidakberdayaan, ketidakberuntungan. It feels like I’m living in the bubble. Pada saat itu gue sadar itu sangat tidak sehat. Tapi tetap saja gue lakukan. Lol rip brain cells. Lalu ketika gue benar-benar muak (rasanya kita harus sampai pada titik muak untuk bisa mencari jalan yang lebih baik ya?) gue mencoba menarik kursi. Memandang segala sesuatu dari sudut pandang orang ketika. Memandang segala sesuatu dengan cara yang lain. Ketika gue menarik kursi, gue akhirnya bisa melihat sesuatu yang selama ini tidak bisa gue lihat ketika gue hidup di dalam bubble. 

Gue akhirnya bisa melihat dengan jelas bahwa selama ini gue dikelilingi orang-orang yang positif. Orangtua yang selalu suportif, sahabat dan teman-teman yang baik. Lingkungan kampus yang baik. Terus kenapa selama ini gue merasa sangat tidak beruntung? Gue bisa melihat, gue ditakdirkan kuliah di Bandung, kuliah di jurusan Psikologi bukan sebagai musibah yang membawa gue jatuh cinta lalu patah hati sama dia. Lebih dari itu. Gue bertemu keluarga baru, teman-teman angkatan yang sangat baik, dan gue akhirnya tau cita-cita yang akan gue gapai dan jalani setelah lulus. Dari patah hati juga gue menemukan hobi baru. Dulu gue olahraga hanya untuk sekadar agar capek lalu gak punya waktu untuk nangis malem-malem. Tapi sekarang, olahraga buat gue sudah menjadi seperti kebutuhan dan kesenangan. See, kalau gue menadang dari perspektif lain, patah hati ini juga merupakan sebuah berkah. Dan berkah yang paling gue syukuri dari patah hati ini adalah, gue akhirnya bisa berbicara dengan diri gue sendiri secara baik. Bersahabat dengan diri sendiri secara baik. I found myself. I love myself.



Jadi, buat lo yang mungkin sekarang sedang mengalami masa-masa sulit karena patah hati atau karena masalah apapun itu, keep going and keep growing. Terus berusaha untuk keluar dari masa-masa sulit itu dengan cara yang baik. Tidak apa-apa patah hati. Patah hati adalah tanda bahwa lo memberi cinta dan kasih terhadap orang lain. Apakah memberi kasih dan cinta kepada orang lain adalah hal yang salah? Tidak. Yang salah adalah ketika lo memberi kasih dan cinta kepada orang lain tetapi tidak kepada diri lo sendiri.

Buat lo yang sedang mengalami patah hati atau masalah apapun itu dan selama ini mengatasi rasa sakit tersebut dengan cara self harm atau memiliki suicide thought. Terimakasih, sudah mau terus berjuang. Terimakasih sudah terus berusaha untuk hidup. Sekarang, coba yuk kita sama-sama cari jalan yang lebih baik. Lo bisa meminta pertolongan ke tenaga profesional seperti psikolog. Gak ada yang salah kok dengan pergi ke psikolog. Pergi ke psikolog untuk meminta pertolongan psikis sama wajarnya ketika pergi ke dokter gigi karena sakit gigi atau pergi ke dokter umum karena demam. Atau lo bisa meminta pertolongan tenaga profesional secara online melalui instagram: saveyourselves.id, ibunda.id. Bisa juga melalui Line: @kariib. Atau melalui Twitter: @IntoTheLightID. Dan juga bisa melalui aplikasi Riliv-Curhat dengan Psikolog yang bisa diunduh melalui playstore. Atau buat lo yang sedang mengalami masa sulit, apapun itu masalahnya, lo bisa berbagi cerita dengan gue. Hey, let’s be friends! Nama saya Eka Dian. Senang berkenalan dengan kamu. Kalau kamu mau berbagi cerita, kamu bisa menghubungi saya melalui email bukan.dianeka@gmail.com I’m here. I always here.
  
Dan semoga, ketika kita kembali menghadapi kejadian seseorang yang bunuh diri, kita tetap menjadi pribadi yang mendoakan hal yang baik, berucap yang baik dan bersikap yang baik. Gue juga menganjurkan supaya kita tidak menyebar video atau foto-foto orang yang melakukan bunuh diri demi menghormati beliau sebagai manusia dan mencegah efek negatif lain yang bisa timbul di antaranya: 









Tidak ada masalah yang sepele di dunia ini. So let’s be kind. Always. To ourselves. To each other.







Akan selalu ada cahaya. Akan selalu ada jalan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta dan Luka dalam Rumah Tangga

Topik materi malam ini menarik sekali bagiku yaitu "Cinta dan Luka dalam Rumah Tangga." Disampaikan oleh Olphi Disya Arinda, M.Psi., Psikolog. Ketika remaja, konsep pernikahan di kepalaku adalah mencari seseorang yang bisa diajak hidup bahagia bersama.  Namun seiringnya berjalannya waktu (tua maksudnya), konsep tersebut menjadi bergeser. Di kepalaku sekarang ketika mencari pasangan hidup bukan lagi soal orang yang bisa diajak hidup bahagia. Tetapi seseorang yang bisa diajak berkonflik bersama. Maksudnya bukan berarti tidak mau bahagia ya. I mean, it's an automatic lah. Siapasih yang tidak mau menikah sama orang yang kita bahagia ketika bersamanya? Tapi tidak semua orang bisa diajak berkonflik bersama secara sehat. Materi malam ini sebagian besar membahas hal tersebut; konflik peran sebagai istri, konflik dalam rumah tangga, kunci dalam konflik, 4 horsemen of apocalypse, dan  fair fight guideline.    PERAN ISTRI Sesi kelas dibuka dengan pertanyaan, bagaimana gambar...

Lapis Legit: Kue Manis, Tak Seperti Janjimu

Sebentar lagi lebaran. Para keluarga pun sibuk mempersiapkan berbagai hal demi menyambut hari kemenangan. Dari yang mulai beli baju lebaran, ngecat pager, renovasi rumah, memberantas kejahatan, sampai nyiapin template buat minta maaf ke mantan. Hmmm. Salah satu tradisi yang gak afdol rasanya kalau gak dilakuin menjelang lebaran adalah, membuat kue lebaran. Keluarga gue salah satu dari sekian milyar keluarga yang melakukan tradisi itu. Keluarga dari nyokap gue merupakan suku asli Lampung. Jadi mereka hari ini membuat salah satu kue khas Lampung yaitu lapis legit. Gue yang belum pernah ikutan buat kue ini jadi penasaran buat ikutan. Yah lumayan kan ya buat jadi bahan ngeblog. Biar tulisan gue di blog ada manfaatnya di mata masyarakat *berdiri di pinggir jurang* *rambut berkibar-kibar* Lapis legit merupakan salah satu kue khas Lampung. Kenapa namanya lapis legit? Itu karena bentuk kuenya yang berlapis-lapis dan rasanya yang legit #InfoKue #SayaBertanya #SayaMenjawab. K...

Review: Puberty Doesn't Hit Me Hard, Skincare Does

Ciao! Come stai? Sto molto bene . Aweu gaya banget kan pembukaan gue pake Bahasa Itali? Maklum, akhir-akhir ini gue lagi belajar Bahasa Italia biar kalo ketemu Rossi gak uu aa uu aa. Btw, quick fun fact: gue baru tau arti zupa (Bahasa Italia) adalah sup. Jadi zupa soup artinya sup sup. Sungguh pengulangan yang sangat mengulang. OKAY ENOUGH FOR THE INTRO! Kali ini gue mau membahas tentang skincare routine gue (cailaaaahh skinker rutin) dan sederet pengalaman gue saat muka sedang jerawatan. Hiks masa-masa kelam itu *nangis di pundak kokoh Ronaldo*   Jadi, gue baru mengenal skinker itu saat usia gue menginjak 22 tahun. Sejak gue puber jaman-jaman SMP itu gue gak ngerti skinker. Gue cuma make facial wash doang. APA ITU TONER APA ITU SERUM APA ITU MOISTURIZER?! Bodoh banget gue dulu tuh soal perawatan kulit. Pas SMP gue nyobain sih make Viva. Tapi pas gue pake milk cleanser dari Viva kulit muka gue terasa panas terbakar gitu. Apaqa kulit qu saat itu menginjak teras nerak...