Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Menjadi Perempuan

Istilah kesetaraan gender mungkin sudah sering kita dengar atau baca di beberapa media sosial maupun artikel. Tetapi beberapa orang masih memiliki miskonsepsi perihal hal tersebut. Ada orang yang beranggapan bahwa kesetaraan gender adalah gerakan laki-laki versus perempuan. Atau kesetaraan gender adalah simbol genderang perang yang dibunyikan kaum perempuan kepada kaum laki-laki. Seolah laki-laki dan perempuan hidup untuk saling mengalahkan. Padahal sebenarnya tidak seperti itu. Kata gender itu sendiri menggambarkan tentang peran dan tanggung jawab yang dibangun secara konstruk sosial yang oleh masyarakat dianggap sesuai untuk laki-laki dan perempuan. Sementara itu, kesetaraan gender berarti bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan dan power yang sama. Sama dalam hal apa? Sama dalam hal memperoleh kemandirian finansial, akses pendidikan dan self-development atau pengembangan diri. Jadi sebenarnya bisa dikatakan bahwa kesetaraan gender adalah hak asasi manusia atau human’s ri...

Teman Tanda Kutip

Tidak ada lagi suara lagu karnaval. Atau warna-warni kembang api maupun rasa manis dari gulali. Semuanya berubah gelap. Dingin. Dan aku sendirian. Suasana yang aku hafal betul. Kamarku. Mimpi itu lagi, batinku. Aku bangun perlahan. Menenggak segelas air putih yang kuletakkan di atas nakas. Jam bekerku menunjukkan pukul satu dini hari. Akhir-akhir ini rasanya tubuhku seperti mengikuti pola tidur yang aneh. Tidur sekitar pukul sepuluh malam, terbangun dini hari. Sepertiga malam. Wow, panggilan Tuhan? Lalu tetap terjaga sampai pagi. Jika aku hidup pada jaman dahulu, sudah dipastikan aku akan direkrut oleh Bandung Bandowoso untuk membangun seribu candi.  Kurang lebih sudah sekitar seminggu ini aku terbangun karena bermimpi. Mimpi hal yang serupa. Dengan orang yang sama. Kencan. Di karnaval. Bersama  dia.  Tidak. Tidak ada hal aneh yang terjadi di mimpi itu.  Seperti kecupan-kecupan yang tidak sengaja terjadi, misalnya. Fakta bahwa ku bisa memimpikan dia saja membuatku se...

Pertemuan dan Penemuan

Aku selalu bilang bahwa pertemuanku dengan Yulyah adalah sesuatu yang magical. Aku yang suatu ketika tiba-tiba memutuskan untuk ke Jogja, tinggal di asrama Pipi; sahabat aku. Di mana Pipi juga adalah sahabat Yulyah. Sahabat- ception.  Pipi 'sibuk' menemani aku mengelilingi kota Jogja, hingga membuat Yulyah lumayan concern karena Pipi tidak ada kabar. Jadi Yulyah memutuskan untuk ke asrama Pipi, membawa kue. Dan di situlah pertemuan kami terjadi. Eka Dian, seorang tamu dari Bandung bertemu Yulyah di Jogjakarta.  Aku ingat kami mengobrol banyaaaaakk hal di percakapan kami yang pertama. Mungkin, aku bisa langsung bisa merasa klik dengan Yulyah karena Yulyah bilang dia suka membaca. Aku suka merasa punya this kind of 'weird' connection dengan orang-orang yang suka buku. Percakapan dengan orang suka membaca buku selalu  hits different.  Beberapa orang menganggap hidup Yulyah aneh. Tapi anehnya, aku tertarik dengan keanehan itu. Aku masih ingat bahwa Yulyah bilang ketika d...

Journal To Heal

 Kemarin akhirnya aku konseling dengan psikolog. Sebenarnya aku ingin ke psikolog sejak tahun 2019 akhir. Namun 2 tahun yang lalu aku masih young and broke HAHAHAHAHA *bismillah jadi ahli waris Jeff Bezos* Alasan lain yang membuatku dulu masih maju mundur untuk ke psikolog adalah aku merasa masih mampu mengatasi isu ku. Tetapi ada suatu hari ketika mood, mental dan emosi lagi jelek, aku kesulitan untuk mengatasi hal tersebut. Beberapa hari yang lalu, ada momen yang membuatku sangat gerah dan akhirnya aku berpikir wah gak bisa nih kayak gini terus. Memang harus benar-benar segera dituntaskan.      Aku memilih layanan psikolog online. Alasannya adalah karena pandemi (apalagi ya kan?). Aplikasi yang aku gunakan adalah Riliv. Bisa dicari aplikasinya di Play Store . Sebelumnya aku sudah membuat list dan membaca  review beberapa aplikasi layanan konseling online. Aku akhirnya memutuskan untuk menggunakan Riliv karena harganya affordable untukku dan terdapat beberapa p...

Membaca This Is Me Letting You Go

  Buku This Is Me Letting You Go karya Heidi Priebe merupakan salah satu buku tergila yang pernah aku baca. Buku ini berisi 30 essay di mana letting go atau merelakan sesuatu maupun seseorang menjadi benang merah di dalamnya. Hal yang menarik buatku adalah penulis menuliskan buku ini ketika ia sedang mengalami patah hati. Sebagai seseorang yang pernah menulis dalam keadaan emosi di atas rata-rata, I know this book is gonna be lit and slay my entire existence. Apa yang ditulis dari hati, akan sampai pula ke hati.     Buku ini sangat sweet, heart breaking and encouraging. So positive but not in toxic way. Meski buku ini menceritakan tentang cinta, luka, patah hati, masa lalu dan merelakan, penulis tidak meromantisasi hal-hal tersebut. Luka adalah luka; sakit, berdarah. Cinta tidak dituliskan sebagai sesuatu yang utopis. Dan yang paling penting adalah buku ini tidak self pity atau mengasihani diri sendiri ( the type of book I hate the most).      Emosiku rasan...