Langsung ke konten utama

#30DayChallenge: Celebrity Crush

Aku merupakan penggemar kpop. Aku mengikuti kpop sejak generasi kedua *angkatan tua* Meskipun sudah mengikuti kpop sejak lama, aku masih takjub dengan perilaku beberapa kpopers lainnya di luar sana. Fans kpop tuh loyal dan royalnya luar biasa. Ada fans yang membelikan idolnya bintang bahkan hutan sebagai hadiah ulang tahun. Ada yang sampai membeli saham agensi idolnya agar idol mereka tetap 'aman'. Bahkan sampai ada fans yang melakukan perbuatan berbahaya dan dekstruktif atau biasa disebut sebagai sasaeng fans. Ada juga fans yang menerapkan prinsip bias is mine sehingga merasa punya hak untuk marah ketika idolnya pacaran dengan orang lain. Sungguh energi yang luar biasa. 

    Ada salah satu fanbase kpop yang menarik perhatianku yaitu Army. Army merupakan nama fanbase dari boygroup asuhan Big Hit yaitu BTS. Hal yang membuatku tertarik dengan Army adalah mereka tuh masif banget. Kalo para Army dikumpulkan jadi satu, para tentara Rusia juga jiper liatnya ku rasa. Aku sering melihat beberapa Army di Twitter terutama di trending topic. Setiap BTS melakukan suatu kegiatan, pasti jadi trending topik. Setiap BTS mengeluarkan MV, jumlah views-nya pasti fantastis. Jumlah album mereka yang terjual juga gila-gilaan. Dan yang aku lihat, Army tuh sangat engage dengan BTS (tanpa bermaksud mengatakan fanbase lain tidak memiliki ikatan emosional dengan idolnya ya buset takut diserang pake bambu runcing gue). 

    Aku pun mencoba mencari topik tentang celebrity crush di Psychology Today. Aku ingin mencari tahu kenapa seseorang sampai bisa sangat merasa terikat dengan idol mereka. Artikel yang aku baca hari ini berjudul How a Celebrity Crush Can Impact Your (Real) Relationship. Ditulis oleh Wendy L. Patrick, J.D., Ph.D. Wendy mengatakan naksir selebriti atau mempunyai celebrity crush merupakan suatu hal yang biasa dan tidak berbahaya. Namun tidak selalu begitu. Perasaan naksir terhadap selebriti dapat menjadi suatu masalah ketika perasaan yang mendalam dan perhatian terhadap selebriti tersebut memberikan dampak buruk terhadap kesejahteraan emosi dan mengurangi investasi pribadi (waktu dan tenaga yang digunakan untuk mengembangkan diri).

    Seperti judul artikelnya, Wendy menjelaskan bagaimana menaksir selebriti dan mempengaruhi hubungan yang kita punya di dunia nyata. Berikut beberapa penjelasan dari Wendy L. Patrick mengenai hal tersebut;

    Parasocial Relationship (Hubungan Parasosial)

    Kita saat remaja pasti punya cokiber alias cowok kita bersama. Lawas banget ya bok diksi gue. Bagi angkatan seusia diriku (kelahiran 1995), cokibernya adalah Justin Bieber. Kalau untuk cowok mungkin Eva Celia atau Isyana. Bagi generasi Z mungkin cokibernya adalah Iqbal Ramdhan atau artis tik tok yang ku tak tahu namanya. Naksir selebriti merupakan pengalaman yang umum pada masa remaja. Seringkali fokus keterikatan remaja adalah penyanyi pop, bintang film atau figur publik yang seusia dengan mereka. 

    Menurut Sara E. Erickson dan Sonya Dal Cin (2018), parasocial relationship (hubungan parasosial) adalah hubungan dengan figur media yang melibatkan kognitif, afektif dan perilaku seseorang seolah-olah idola atau figur media tersebut merupakan kenalan pribadi.

   Melalui data pada penelitian yang dilakukan, Erickson dan Dal Cin menemukan bahwa keterikatan parasosial yang bersifat romantis pada remaja terhadap idolanya dapat menjadi sesuatu yang maladaptif. Hal tersebut menghasilkan kepercayaan bahwa hubungan romantis sebagai dasar harga diri, penilaian negatif terhadap penampilan seksual dan dukungan terhadap peran gender tradisional. 

    Pada orang dewasa, masalah yang dapat terjadi adalah waktu dan energi yang dicurahkan untuk mengikuti selebriti sebenarnya merupakan waktu yang dapat dilakukan untuk hal lebih produktif lainnya. Ini kata penelitian Erickson dan Dal Cin ya. Jangan ngegas ke gue okkk asbak brimob?

    Emotional Preoccupation (Keasyikan Emosional)

    Sebuat studi yang dilakukan oleh Agnes Zsila et al (2018) mencatat bahwa pemujaan terhadap selebriti  (daya tarik yang bersifat obesesif terhadap orang terkenal) dikaitkan dengan masalah kesehatan mental. Pada penelitian tersebut, mereka menemukan tingkat pemujaan selebriti yang tinggi berkaitan dengan perilaku kompulsif seperti penggunaan internet yang bermasalah, keinginan untuk menjadi terkenal dan lamunan yang bersifat maladaptif. Mungkin itu lah ya bun cikal bakal sering terjadinya fanwars ya. Sangking tingginya pemujaan terhadap idol, mereka sampai merasa perlu untuk membela idol dengan berkelahi dengan orang asing di dunia maya. Sungguh kefanaan paling fana. Atau kasus lain adalah 'fans' yang melarang idol mereka pacaran dengan orang lain karena merasa idol adalah milik mereka omg HEY TUMIS KANGKUNG LO NOH ANGKAT!

   Pada studi yang dilakukan Agnes Zsila et al pada tahun 2021 tentang hubungan antara pemujaan selebriti dan penggunaan media yang bermasalah, menunjukkan bahwa pemujaan terhadap selebriti telah terbukti setidaknya berpotensi maladaptif terkait dengan perilaku adiktif seperti masalah penggunaan internet dan kemampuan sosial yang lemah. Agnes Zsila et al juga mengutip penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa orang dengan ketertarikan yang obsesif terhadap selebriti mungkin mengalami keterikatan yang tidak aman dengan orang lain seperti sahabat atau bahkan keluarga

    Agnes Zsila et al juga menjelaskan pentingnya untuk mengidentifikasi pola "berisiko" seperti menggunakan sosial media untuk memerangi emosi negatif. Hal tersebut merupakan langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang mengembangkan kekaguman berlebihan yang nantinya dapat menjadi ikatan emosional yang obsesif dan delusi terhadap idol mereka. Contohnya mungkin dengan melihat idol di sosial media saat merasa kesepian, kita menjadi merasa punya teman. Sehingga kita tidak aware dengan kesepian tersebut dan menjadikan idol sebagai tempat pelarian diri dari kesepian. Tidak salah sih menurutku tapi tidak benar juga sepenuhnya. Hal tersebut berpotensi berisiko. Berisiko ketergantungan dengan keberadaan idol yang sebenarnya tidak nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. 

    Choose Reality (Memilih Realitas)

    Berdasarkan bukti empiris dan catatan di atas, waktu yang dihabiskan untuk terobsesi dengan selebritas atau tokoh masyarakat lainnya yang nampak tidak berbahaya ternyata memiliki potensi konsekuensi emosional yang merugikan. Lebih jauh lagi, menghabiskan waktu untuk berfokus atau berfantasi tentang calong pasangan yang tidak realistis adalah waktu yang jauh lebih baik dihabiskan untuk memelihara dan mengembangkan hubungan sehat yang nyata.

    Buatku pribadi, mengaggumi seseorang baik itu selebriti maupun orang lain merupakan hal yang wajar. Sesuatu menjadi 'tidak wajar' jika dilakukan secara berlebihan. Everything is fine in moderation.

    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta dan Luka dalam Rumah Tangga

Topik materi malam ini menarik sekali bagiku yaitu "Cinta dan Luka dalam Rumah Tangga." Disampaikan oleh Olphi Disya Arinda, M.Psi., Psikolog. Ketika remaja, konsep pernikahan di kepalaku adalah mencari seseorang yang bisa diajak hidup bahagia bersama.  Namun seiringnya berjalannya waktu (tua maksudnya), konsep tersebut menjadi bergeser. Di kepalaku sekarang ketika mencari pasangan hidup bukan lagi soal orang yang bisa diajak hidup bahagia. Tetapi seseorang yang bisa diajak berkonflik bersama. Maksudnya bukan berarti tidak mau bahagia ya. I mean, it's an automatic lah. Siapasih yang tidak mau menikah sama orang yang kita bahagia ketika bersamanya? Tapi tidak semua orang bisa diajak berkonflik bersama secara sehat. Materi malam ini sebagian besar membahas hal tersebut; konflik peran sebagai istri, konflik dalam rumah tangga, kunci dalam konflik, 4 horsemen of apocalypse, dan  fair fight guideline.    PERAN ISTRI Sesi kelas dibuka dengan pertanyaan, bagaimana gambar...

Lapis Legit: Kue Manis, Tak Seperti Janjimu

Sebentar lagi lebaran. Para keluarga pun sibuk mempersiapkan berbagai hal demi menyambut hari kemenangan. Dari yang mulai beli baju lebaran, ngecat pager, renovasi rumah, memberantas kejahatan, sampai nyiapin template buat minta maaf ke mantan. Hmmm. Salah satu tradisi yang gak afdol rasanya kalau gak dilakuin menjelang lebaran adalah, membuat kue lebaran. Keluarga gue salah satu dari sekian milyar keluarga yang melakukan tradisi itu. Keluarga dari nyokap gue merupakan suku asli Lampung. Jadi mereka hari ini membuat salah satu kue khas Lampung yaitu lapis legit. Gue yang belum pernah ikutan buat kue ini jadi penasaran buat ikutan. Yah lumayan kan ya buat jadi bahan ngeblog. Biar tulisan gue di blog ada manfaatnya di mata masyarakat *berdiri di pinggir jurang* *rambut berkibar-kibar* Lapis legit merupakan salah satu kue khas Lampung. Kenapa namanya lapis legit? Itu karena bentuk kuenya yang berlapis-lapis dan rasanya yang legit #InfoKue #SayaBertanya #SayaMenjawab. K...

Review: Puberty Doesn't Hit Me Hard, Skincare Does

Ciao! Come stai? Sto molto bene . Aweu gaya banget kan pembukaan gue pake Bahasa Itali? Maklum, akhir-akhir ini gue lagi belajar Bahasa Italia biar kalo ketemu Rossi gak uu aa uu aa. Btw, quick fun fact: gue baru tau arti zupa (Bahasa Italia) adalah sup. Jadi zupa soup artinya sup sup. Sungguh pengulangan yang sangat mengulang. OKAY ENOUGH FOR THE INTRO! Kali ini gue mau membahas tentang skincare routine gue (cailaaaahh skinker rutin) dan sederet pengalaman gue saat muka sedang jerawatan. Hiks masa-masa kelam itu *nangis di pundak kokoh Ronaldo*   Jadi, gue baru mengenal skinker itu saat usia gue menginjak 22 tahun. Sejak gue puber jaman-jaman SMP itu gue gak ngerti skinker. Gue cuma make facial wash doang. APA ITU TONER APA ITU SERUM APA ITU MOISTURIZER?! Bodoh banget gue dulu tuh soal perawatan kulit. Pas SMP gue nyobain sih make Viva. Tapi pas gue pake milk cleanser dari Viva kulit muka gue terasa panas terbakar gitu. Apaqa kulit qu saat itu menginjak teras nerak...